REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) telah menyusun Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) sejak 2018 yang akan berlaku hingga 2029. Ia meyakini, apabila pembangunan transportasi sudah sesuai RITJ, transportasi tak akan tumpang tindih.
“Apa yang dikerjakan sekarang itu sudah sesuai dengan rencana induk kalau sudah sesuai dengan rencana induk tentu tidak ada tumpang tindih baik pembangunan MRT, pembangunan LRT,” ujar Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (21/3).
Ia menjelaskan, RITJ ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2018 tentang RITJ. Sehingga rencana induk tersebut sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk mengatasi permasalahan transportasi di Jabodetabek.
Ia mengatakan, jika di lapangan terlihat tumpang tindih itu karena pembangunannya yang belum rampung. Menurut Bambang, hal itu terlihat tumpang tindih itu karena waktu pembangunan infrastruktur transportasi yang dilakukan berbeda.
Namun, lanjut dia, sesuai mapping yang telah disusun, tidak ada tumpang tindih. Apabila ada tumpang tindih, menurutnya, BPTJ akan melakukan evaluasi untuk mencari tahu penyebabnya tersebut dan segera menanganinya.
“Sekarang memang kelihatannya tumpang tindih, karena dilihat di lapangan. Tapi secara mapping, itu tidak timpang tindih. Kalaupun nanti tumpah tindih, itu akan kita evaluasi,” kata Bambang.
Ia mencontohkan, saat dulu kebutuhan armada bus Transjakarta berbeda dengan kebutuhan sekarang. Dia mencontohkan, layanan Transjakarta koridor 1 rute Kota-Blok M dan MRT Jakarta fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI terlihat tumpah tindih karena memiliki rute yang sama.
Namun, kata Bambang, sebenarnya Transjakarta berfungsi menjadi feeder atau pengumpan untuk MRT sehingga masih relevan. Sebab, Transjakarta koridor 1 juga menghubungkan berbagai rute Transjakarta lainnya.